Berbagi cinta dalam membina hubungan keluarga yang harmonis tidaklah harus dengan biaya yang mahal, khususnya bagi yang tinggal di Jakarta dan Bekasi. Perjalanan dimulai habis subuh sehingga bisa menikmati terbitnya matahari pagi dan sepoi angin semilir yang mengurai embun pagi hingga terasa sejuk menyusup relung hati. Melewati hamparan sawah menghijau bak permadani nan luas.
Berkendara sepeda motor bersama keluarga (satu istri dua putri) sungguh sangat berkesan. (Oya dulu
Indonesia pernah bangga dengan sawah-sawah antara Kerawang dan Bekasi, karena mampu menjadi lumbung padi dan hasilnya adalah swasembada beras, zaman pak Harto bahkan bisa Ekspor beras. ) Nun jauh diujung Bekasi ada dua pipa tinggi menjulang dengan semburan api menyala tiada padam sepanjang masa. Seperti menyalakan suatu harapan besar yang berkobar bagi setiap jiwa untuk menyongsong masa depan yang lebih gemilang. Begitu juga impian yg sekarang masih dijelang oleh dua putri kami.
Jalur yg kami tempuh dari Bekasi saat berangkat melewati sawah-sawah yang sebentar lagi berubah dari kawasan rumah-rumah kreditan murah maupun kawasan rumah mewah. Kami berhenti sebentar di BKT tidak jauh ke bawah terlihat batas tembok pemisah kawasan rumah mewah Harapan Indah dengan tempat wisata modern Transeranya (Tiket masuknya 100.000 an Rp) dengan rumah penduduk kampung Tambun Bojong. Kontras. Sebagai warga Bekasi walaupun hampir setiap hari kulihat penjual karcis transera promosi di pintu gerbang kompleks perumahan kami, tapi belum terpikir kan utk membeli. Alhamdulillah anak-anak kami tahu kalau orangtuanya dg penghasilan bukan sebagai pegawai lebih mementingkan untuk membayar premi asuransi dari pada membeli kesenangan dengan biaya mahal ini.
Perjalanan dilanjutkan menikmati suasana sungai buatan Banjir Kanal Timur dan mampir lah kami ke kampung budaya Betawi peninggalan Si Pitung. Lokasinya tidak jauh dari diujung BKT, ada jembatan Marunda kiri dikit. Disinilah kita bisa mengingat kan akan jiwa patriotisme bagi keluarga. Keluar dari kampung ini bisa juga belajar untuk memanfaatkan barang bekas dan cara membuat kompos di rumah Komar ( Kompos Marunda ).
Lapar mulai terasa, tapi sedikit ditahan agar segera sampai ke PLTGU Muara Air Tawar, untuk selanjutnya masuk kawasan Wisata Jembatan Cinta. Kawasan yang baru dikembangkan yaitu hutan mangrove muara air tawar Bekasi, bisa jadi target destinasi untuk berwisata murah meriah. Ada Saung disetiap ujung jembatan yang disebut jembatan cinta. Benar jika nilai cinta dalam arti positif yang sebenarnya dibangun. Seorang kepala keluarga dan warganya bisa saling berdiskusi, merajut empati, tidak hanya berselfi ria, bahkan bisa melatih anaknya yang masih kecil untuk membangun rasa berani. Setelah lapar benar-benar mendera, menikmati nasi putih yang dikepel, dibungkus daun pisang kering dg lauk orek teri, ditambah sosis. Luar biasa nikmatnya. Akan lebih nikmat jika ditambah dg lauk peyek udang yang dijajakan para istri nelayan di kanan-kiri sebelum naik jembatan. Tambah nikmat lagi ditambahi cerita mengenangkan tentang masa lalu dikampung, ketika menggembala kambing nasi kepel seperti ini adalah bekal sehari-hari bahkan ketika pergi camping dan bekal ketika aku pertama kali ke Jakarta. Nasi kepel adalah bukti cinta ibu kita. Mataku mendung dan menetes ketika mengingat pesan emakku saat memasukkan sebungkus nasi dalam daun pisang, katanya sambil mengusap kepalaku, "Neng ndi wae urip mu ojo lali karo sing nggawe urip lan sing nglairno awakmu.... ojo gampang keelu karo wong wedok ayu..Mugo-mugo Gusti Allah nggampangno lakumu...." Tetesan mata makin deras..
" Bunda kasihan Ayah, Ayah dah ngantuk tuh," kata Anakku
Deraian air mata tak sanggup aku tahan kalau mengingat sosok seorang ibu yang sudah tak muda lagi, ibu yang melahirkanku. Rambutnya sudah memutih semua, gigi tinggal beberapa dan rapuh serta badan renta, mungkin tak sekuat dulu dimana ia mampu berjalan berkilo-kilo setiap hari. Maafkan anakmu, lebaran ini aku gak pulang.
"Nek lebaran ora iso mulih ora opo-opo, aku lilo...durung Poso, Kowe lan keluargamu wis tilik rene, atiku wis bungah..."
Akhirnya aku tak kuasa cucuran air mataku bertambah makin deras, setelah menyodorkan tulisan ini ke istriku. Istriku memelukku membiarkan aku terlarut dalam kubangan kerinduan cinta seorang ibu. Menelungkupkan muka dipojok bungalaw jembatan cinta Hutan Mangrove Air Tawar.
"Biarkan, kak Ayah lagi menuangkan rasa kangennya sama Mbah.."ujar anak keduaku.
Laras = daun pisang kering yang dijadikan pembungkus untuk nasi kepel artinya "rasa" memiliki filosofi yang sangat dalam memiliki kandungan makna, ikhlas, cinta dan syukur
Smg menginspirasi.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar